Mengusut Sangihe, Sangir, Sanger

 

Foto. Yusak Salamate.

Tulisan ini bukanlah tulisan ilmiah, sekedar berbagi catatan. Bukan juga menggurui, maklum jika ada beda pendapat.

Ada satu peristiwa yang menguji jati diri saya. Kala itu, oleh dosen penguji saya disuruh menjelaskan perbedaan Sangihe, Sangir, dan Sanger. Kebetulan terkait skripsi saya tentang KLAUSA BAHASA SANGIR. Pendeknya, dalil saya adalah; Sangihe itu menyangkut wilayah geografis, Sangir itu adalah bahasa yang digunakan orang yang berasal dari Sangihe, Sanger itu digunakan untuk menyatakan orang atau penduduk sangihe – orang Sanger. Soal benar atau salah mengenai dalil saya di atas, waktu itu saya tidak peduli. Intinya saya harus berargumen dengan baik dan meyakinkan. Lebih celaka lagi adalah buku utama sebagai referensi tentang bahasa Sangir yakni STRUKTUR BAHASA SANGIR karya Drs G.Bawole, tidak saya temukan. Beberapa tahun kemudian barulah saya mendapat buku tersebut dari Abang Pitres Sombowadile. Saat itu pula saya baru tahu ternyata Prof. J. Akun Danie (alm) yang saat itu termasuk dosen penguji saya adalah tim peneliti bahasa Sangir dalam buku Struktur Bahasa Sangir (1978) tersebut. Beliau juga mendukung saya untuk mempertahankan menulis bahasa Sangir bukan bahasa Sangihe dalam skripsi saya. Pendekatan fonologis untuk memecahkan Sangihe vs Sangir juga beliau usulkan pada saya ketika itu.

Di dalam buku Struktur Bahasa Sangir ternyata tidak dijelaskan secara terperinci mengapa Sangir bukannya Sangihe. Sangihe dan Sangir masih ditulis bergantian pada halaman 1 – 2, namun pada halaman-halaman selanjutnya sudah menggunakan Sangir.

Mulai jelas perbedaan Sangihe dan Sangir itu terbaca pada SUENDUMANG (1994) tulisan D. Manatar. Pada topik Bahasa Daerah ia mengutip tulisan Dr. S. Jonathan Esser bahwa “bahasa daerah Sangihe – Talaud adalah “Bahasa Peralihan”, dari bahasa-bahasa di Philipina ke dalam bahasa-bahasa Indonesia, salah satu contohnya; Sangig, bahasa di Philipina, Sangihe bahasa Sangihe, Sangir bahasa Indonesia”. Dari penjelasan ini bisa disimpulkan bahwa Sangir adalah bahasa Indonesia dari “Sangihe”.

Meski lebih dominan menggunaan Sangihe dalam bukunya Nusa Utara (cetakan pertama 2003), opa Alex Jhon Ulaen mulai memberikan gambaran penyebutan Sangihe – Sangir. Ditulisnya:

“Di Wilayah Republik Filipina, dikenal beberapa sebutan untuk menandai orang Sangihe, seperti Sangir, Sangil, Marore, dan Indonesia. ……. Di daerah pesisir Sulawesi, sebutan yang lazim dipakai adalah “orang Sangir” yang sekaligus mencakup orang Talaud”

Selanjutnya, pada topik tentang Bahasa, tulisnya begini:

“Identifikasi diri juga didasarkan pada persamaan dialek dan bahasa. Ada dua kelompok bahasa daerah yakni (A) bahasa Sangihe atau Sangir dengan 10 dialek ….. “.

Pada kutipan ke dua dari opa alex, saya mengartikan Sangir itu adalah penyebutan lain dari “bahasa Sangihe”.

Menggunakan pendekatan fonologi, membuat penjelasan Pitres Sombowadile mengenai telaah nama (Sangihe) dalam bukunya KAWASAN SANGIHE-TALAUD-SITARO DAERAH PERBATASAN KETERBATASAN PEMBATASAN (2008) lebih mudah dimengerti. Begini ulasannya;

“Nama sangihe diucapkan sebagai ‘Sangihe’ pada naskah lama Versen. Namun disebut ‘Sangi’, pada tulisan Graafland dan ulasan sejarahwan F.S. Watuseke. Kemudian disebut ‘Sangihe’ pasca Indonesia merdeka dan ‘Sangil’ di Filipina.

Nama-nama itu sebenarnya sama saja. Sekedar berbeda karena penyesuaian pengucapannya dari waktu ke waktu. Dapat diajukan di sini kata awalnya adalah ‘sangi’ yang diucapkan ‘sangih’. Namun karena ciri kata-kata bahasa Sangihe digolongkan sebagai vokalis, yaitu kata-kata akan diberi bunyi hidup di belakangnya. Kecuali bunyi ‘n’ yang malah dibunyikan menjadi ‘ng’. Maka kata ‘sangih’ berubah menjadi ‘sangihe’.

Kebetulan banyak kata berakhiran ‘he’ cenderung dibaca bunyi ‘r’ (contohnya Kendahe, dibaca ‘ken-dar’ dan Batulewehe dibaca ‘ba-tu-le-wer’, juga dalam dokumen lama terdapat nama tempat Kuluhe, yaitu ku-lur). Maka, kata Sangihe pun dibaca ‘Sa-ngir’”.

Dari sumber-sumber yang disebutkan di atas, tidak ditemukan kata ‘sanger’. Meski tidak ada pada data-data masa lampau bukan berarti tidak ada orang melafalkan ‘sanger’ terkait Sangihe atau Sangir. Bisa ditemukan dalam percakapan sehari masyarakat di Sulawesi Utara lebih akrab melafalkan ‘sanger’ dibanding Sangihe atau Sangir. Kalimat dialek Manado ‘mo ka Sanger’, ‘mo pulang Sanger’, atau ‘depe paitua orang Sanger’ acap terdengar.

Dari catatan-catatan di atas bisa disimpulkan; Sangihe dalam dialek Manado dilafalkan menjadi ‘Sanger’ dan menjadi ‘Sangir’ ketika dilafalan dalam bahasa Indonesia.

Dihubungkan dengan dalil saya pada awal tulisan ini yang tidak jelas kebenarannya itu, saya tetap percaya diri menyatakan bahwa; Penduduk yang mendiami wilayah Sangihe adalah orang Sanger, bahasa daerahnya adalah Sangir.


Profil singkat penulis 

Nama: Jolli Daud horonis

Lahir : 8 Agustus 1984

Di : Desa Deahe, kec Siau Timur

Alumni Universitas Negeri Manado

Menulis di globalreview.com, barta1.com, zonautara.com, bininta.com

Menulis dan memelopori puisi bahasa Sangihe modern bersama iverdixon tinungki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syair lagu "sarang apa i kemene" bukti kecendekiawan leluhur Sangihe

Penilaian Akreditasi SMA Negeri 1 Kendahe "Bergulir"

Rayakan Ibadah Pranatal Sekolah. Paat: Natal Selain Spiritual dan Teologis, Juga Memiliki Makna Secara Umum