MENGENAL PETRUS JACOBUS PENCIPTA LAGU "TAHANUSANG KARA" DAN "OH MAWU RUATA"
Foto makam Petrus Jakobus. Dokumentasi keluarga alm Tommy Jacobus. |
Masyarakat Sangihe dikenal sebagai masyarakat yang gemar dalam bermusik. Menciptakan alat musik juga menciptakan syair-syair lagu untuk dinyanyikan. Tidak berlebihan jika iverdikson tinungki bertutur bahwa penduduk wilayah Sangihe (orang Sanger) selalu bermusik dalam jiwanya. Contohnya; jika sedang menyendiri, mereka acap kali bersenandung. Dalam keseharian juga, jika mereka sedang memikirkan sesuatu atau menunggu sesuatu, kerap kali mereka mengehentakan kaki atau jari mereka diketuk-ketuk sehingga menimbulkan ritme tersendiri. Ini adalah bukti bahwa orang Sanger adalah kelompok masyarakat yang suka bermusik dan bernyanyi. Dalam jiwa, mereka tetap bernyanyi.
Leluhur masyarakat Sangihe sudah punya alat musik sendiri dan diwariskan terus hingga ke generasi sekarang. Oļi, merupaka alat musik paling tua yang diciptakan leluhur suku Sangihe. Sekarang masih dilestarikan oleh pegiat budaya di kepulauan Sangihe. Sasambo, bawowo, kakalanto adalah sebagian dari contoh jenis syair yang didendangkan oleh leluhur masyarakat Sangihe dahulu. Belum lagi yang paling populer di kalangan masyarakat, syair lagu mubawalase, tunjuke, masamper. Ini merupakan bukti bagaimana kedekatan orang Sanger dengan musik itu sendiri. Bahkan nyanyian Rohani pasca para Sending masuk di Sangihe juga banyak diciptakan oleh leluhur orang Sanger. Mengenai informasi alat musik dan jenis syair yang dinyanyikan tersebut di atas itu bisa ditemukan dengan muda. Banyak pegiat budaya yang aktif mengangkat budaya lokal dan menulis tentang musik di Sangihe.
Di Siau, yang merupakan bagian dari suku Sangihe, masyarakatnya dahulu juga tidak kalah hebat dalam berkarya soal musik. Meski terpisah dengan tana lawo (daratan besar Sangihe), dalam urusan menciptakan syair lagu, leluhur di tanah Siau juga memiliki cerita tersendiri. Beruntung, dari sekian banyak syair lagu yang saya pelajari, saya masih menemukan ada nama penciptanya diabadikan oleh mereka yang membukukan syair lagu-lagu bahasa Sangir ini. Umumnya, syair lagu itu ditulis tanpa nama pencipta.
Petrus Jacobus, siapa yang mengenalnya? Mungkin hanya anak cucunya yang mengenal sosok yang karyanya sering kita nikmati saat bernyanyi ini. Memiliki nama lengkap Petrus Doļong Peto Jacobus. Petrus Jacobus tercatat sebagai pencipta lagu “Tahanusang Kara”. Demikian syair lagunya;
1 Tahanusang Kara
Areng sasahara
Su wanggilu awu
Pia soang uļu
Maning itentangku
Takawulrenangku
Sene e gaweku
Dang lai egeku
Ore gaghurangku
2 Manentang buļude
Lumiu ļaude
Suraļaļengangku
Maghea soaku
Piang soang tau
Hibore marau
I Kara endumang
Dudaļumpasiang
Saļae mapinsang
Terjemahan bebas
1 kepulauan Kara (Karangetang = Siau)
Nama Sasahara
Di kaki gunung
Terdapat kota Ulu
Meskipun ku tinggalkan
Tak dapat ku lupakan
Di sana temanku
Dan saudaraku
Yah, juga orang tuaku
2 meninggalkan perbukitan
Melewati lautan
Di perjalananku
Jauh kotaku
Kindahan kota perantauan
Jauh penghiburan
Siau teringat
Terkenang
Serasa mau pingsan
Lagu ini diciptakan oleh Petrus Jacobus sebagai respon atas lagu yang diciptakan oleh M. Kansil; “Tahanusang U Siau”. Tahanusang u Siau merupakan lagu kerajaan Siau. Bisa dipastikan, M. Kansil itu adalah Manalang Dulage Kansil, Raja Kerajan Siau 1895-1908. Dalam Jejak Leluhur karya Max S. Kaghoo dicatat beliau wafat pada tahun 1914. Dalam catatan J. R. Talimbekas (Karalo I Kite) ditulis wafat pada 1919. Petrus Jacobus dicatat oleh Talimbekas wafat pada 1952. Petrus Jacobus mersepon syair lagu M. Kansil karena pada lagu Tahanusang U Siau bait ke empat terkandung makna yang mengungkit kembali peristiwa perang saudara (liwua raha) antara Angkumang dan Posuma. Peristiwa yang mengundang perselisihan dingin antara Ulu dan Ondong. Syairnya demikian;
Ondong Uļu iumpama
Kere Tamauhari
Ondong horo pinuhana
Uļu hedo semuri
Terjemahan bebas
Ondong ulu diumpamakan
Seperti saudara sekandung
Ondong lebih dahulu diperanakan
Ulu nanti belakangan
Untuk mengangkat kembali nama kota Ulu, maka Petrus Jacobus menciptakan Tahanusang Kara, dengan menonjolkan letak kota Ulu di bawah kaki gunung karangetang, juga sebagai kekuatan posisi letak wilayah menurut kepercayaan Sundeng (kepercayaan lokal penduduk Siau). Sundeng percaya Dewa yang disembah bersemayam di gunung Karangeteang. Petrus Jacobus menonjolkan kota Ulu dengan posisi itu. Su wanggilu awu, pia soang Ulu -- di kaki gunung (karangetang), terletak kota Ulu.
Konon, ketika diciptakan oleh Petrus Jacobus, lagu ini memiliki sembilan bait. Tujuh bait terakhir sengaja dimusnakan oleh bapak Tommy Jacobus dan ayahnya karena mengandung ‘sasahemba’ (kekuatan magis). Tujuh bait terakhir itu jarang dinyanyikan, karena saat dinyanyikan, kekuatan magis syair itu akan mampu memecahkan kaca rumah di sekitar. Setelah disepakati keluarga, akhirnya ketujuh bait terakhir itu dimusnahkan. Demikian informasi dari bapak Tommy Jacobus.
Petrus Jacobus juga adalah pencipta lagu “Oh Mawu Ruata”. Lagu yang sering dinyanyikan oleh warga Gereja Masehi Injili Sangihe (GMIST). Syairnya;
1 Oh Mawu Ruata
Taļentu ko ia
Napene u rosa
Rosa masaria
Tentiroko sia
Dalreng mapia
Panata elangU
Su raļaļengangku
2 Oh Yesus Mawuku
Su aļung kruisU
Ampunge rosaku
Taļentu elangU
Terjemahan bebas;
1 Oh Tuhan Allah
Kasihanilah aku
Penuh dengan dosa
Dosa yang teramat besar
Ajarkanlah kepadaku
Jalan kebaikan
Penuntun hambaMu
Di perjalananku
2 Oh Yesus Tuhanku
Di bawah salibMu
Ampuni dosaku
Kasihani hambaMu
Dalam buku Gantare I Kite yang ditulis oleh G. Elias, lagu ini ditulis dengan penciptanya A. Jacobus. Telusuran yang saya dapatkan sebenarnya adalah I. Jacobus (Israel Jacobus). Setelah konfirmasi ke pihak keluarga, mereka tidak mempermasalahkan Petrus Jacobus atau A. jacobus (Israel Jacobus) yang ditulis. Kebetulan mereka adalah saudara sekandung. Petrus Jacobus adalah penulis syair lagunya dan kemudian kakanya Israel Jacobus menyanyikanya dengan iringan keroncongnya. Menurut informasi dari bapak Tommy Jacobus (alm), Israel Jacobus ini mahir dalam memainkan alat musik keroncong dan gitar. Jadi, usai Petrus Jacobus menulis syair lagu maka kakaknya Israel Jacobus menyanyikannya dengan iringan keroncongnya.
Oh Mawu Ruata diciptakan setelah lagu Tahanusang kara. Oh Mawu Ruata diciptakan oleh Petrus Jacobus pasca ia dibaptis. Sebagai bentuk penyesalan dirinya saat menciptakan lagu Tahanusang Kara yang memiliki syair sasahemba. Bentuk penyerahan dirinya ia tuangkan dalam lirik demi lirik Oh Mawu Ruata. Jika ditilik secara kekristenan, karya ini meupakan buah penyesalan dan bentuk penyerahan diri sesorang yang mau memikul Salib dan mengikut Yesus. Ditilik dari sudut pandang sosial masyarakat Sangihe, inilah buah karya yang besar dan abadi dari leluhur kita. Leluhur yang dalam jiwanya selalu bernyanyi. Bersenandung hingga ajal menjemput.
Profil singkat Penulis
Nama penulis : Jolli Daud Horonis Lahir : 8 Agustus 1984 |
Di: Desa Deahe, kec Siau Timur.
Alumni Universitas Negeri Manado
Menulis di globalreview.com, barta1.com, zonautara.com, bininta.com
Menulis dan memelopori puisi bahasa Sangihe modern bersama iverdixon tinungki
MANTAP SUDARA,,SALAM DARI TAHUNA
BalasHapusSomahe KAI kehage🙏🙏😇😇
Hapus